//
you're reading...
Adat Dayak dan Budaya, Bengkayang, Bupati Bengkayang, DPRD Bengkayang, Pemda Bengkayang, Pemerintahan Desa

Masyarakat Beri Deadline PT. Darmex Agro

Oleh : KRISANTUS VAN SEBOL

Bengkayang – BERKAT/RRI Pontianak

Desa Kinande

Kepala Desa Kinande, Philipus (kanan) dan Manejer PT. Darmex Agro, D.R Tarigan (kiri)

TAHUN 2006 yang lalu, PT. Darmex Agro memulai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat Desa Kinande, Kecamatan Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang terkait akan dibukanya usaha perkebunan sawit didaerah tersebut. Dalam sosialisasinya, perusahaan telah membuat kesepakatan dengan masyarakat bahwa dalam pelaksanaannya nanti, perusahaan akan menyerahkan lahan plasma kepada mereka sebagai imbas dari dimanfaatkannya lahan milik warga oleh perusahaan dengan catatan lahan tidak dijual kepada perusahaan. Waktu berjalan, setahun kemudian (2007), perusahaan mulai membuka lahan dan melakukan penanaman sawit diwilayah desa. Beberapa waktu setelah lahan dibuka dan ditanami sawit, masyarakat mulai menuntut pihak perusahaan mengenai lahan plasma yang akan dibagikan kepada masyarakat, perusahaan mulai menampakkan tabiat buruk. Mereka berjanji akan menyerahkan lahan plasma kepada masyarakat bila nanti tanaman sawit telah memasuki masa panen.

Terhitung hingga tahun 2011, Kepala Desa Kinande, Philipus mengatakan masyarakat telah berulangkali menuntut hak mereka mengenai plasma kepada manajemen PT. Darmex Agro, namun hal itu tak kunjung dipenuhi. Puncaknya, pada tanggal 5 Agustus 2011, masyarakat setempat sepakat menggelar ritual adat guna menutup atau menghentikan aktivitas perusahaan diwilayah mereka. Aktivitas perusahaan sempat berhenti untuk sementara waktu, bahkan areal perkebunan sempat tak terurus. Ritual adat ini dibuat karena masyarakat tak kunjung mendapatkan lahan plasma yang diharapkan padahal tahun itu, perusahaan telah memasuki masa panen awal (panen buah pasir). Negoisasi kembali diadakan, seperti semula, masyarakat tetap menuntut hak atas tanah mereka, yakni lahan plasma. Namun perusahaan kembali berkilah, mereka bersedia menyerahkan lahan plasma apabila masyarakat Kinande kembali menyerahkan lahan baru untuk dibuka kembali. Tentu alasan ini tak dapat diterima karena lahan kosong milik desa sejatinya sudah diolah semua oleh pihak perusahaan.

    “Bagaimana kita mau menyerahkan lahan baru kepada perusahaan, lahan yang ada semuanya sudah diolah oleh perusahaan. Itu hanya dalih mereka saja agar masyarakat berada pada posisi tak menguntungkan,” jelasnya.

Diakumulasikan secara kasar, Philipus menyebutkan lahan di Desa Kinande yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit oleh pihak perusahaan berkisar 6000 hingga 7000 Hektar. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibanding lahan plasma yang dituntut oleh masyarakat seluas 1700 Hektar. Apabila luas lahan yang dimaksud dapat terpenuhi, berarti semua warga di Desa bisa mendapatkan lahan plasma dari 532 Kepala Keluarga (KK) yang ada di Desa Kinande. Sementara itu, baik D.R Tarigan maupun Angga (masing-masing Manejer dan Humas PT. Darmex Agro) ketika diminta kejelasan mengenai luas lahan yang dikerjakan, tidak mampu menyampaikan data dihadapan masyarakat, kepolisian, anggota DPRD dan Pemda Bengkayang yang diwakili Bappeda. Keduanya berdalih, masih baru bekerja di perusahaan tersebut dan belum memiliki hubungan yang baik dengan atasan.

    “Sampai saat ini kami belum tahu berapa luas lahan yang dikelola perusahaan,” kata Angga, sesaat sebelum digelar ritual adat di Desa Kinande, Sabtu (25/2). Jawaban tersebut lantas menyulut emosi warga. Mereka mempertanyakan kapasitas Manejer maupun Humas sebagai perwakilan dari perusahaan yang terjun ke lapangan guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Selain penyerahan lahan plasma, PT. Darmex Agro juga tak kunjung memenuhi janji mereka kepada masyarakat terhadap pembangunan sarana desa seperti fasilitas pendidikan, kesehatan dan jembatan.

Berdasarkan Ijin Lahan yang dikeluarkan pada tahun 2004, perusahaan menyatakan telah mengantongi ijin atas lahan seluas 19.500 Ha, namun ketika ditinjau ulang lahan kembali berkurang menjadi 15.000 Ha karena didalamnya terdapat lahan pemukiman warga, areal perkebunan karet. Luas lahan tersebut berada di empat Desa sekaligus, yakni Desa Kinande, Lembah Bawang, Tempapan dan Gudang Damar. Namun terakhir, perusahaan hanya mengolah lahan yang terdapat didua desa, yakni Desa Kinande dan Lembah Bawang.

Masyarakat Beri Deadline

Melihat tak adanya niat baik perusahaan, kesabaran masyarakat Desa Kinande mulai hilang, maka pada tanggal 5 Agustus 2011 seluruh warga sepakat untuk menghentikan aktivitas perusahaan diwilayah mereka dengan menggelar ritual adat. Ritual adat intinya dimaksud agar pihak perusahaan segera mengambil langkah terkait tuntutan masyarakat mengenai pembagian lahan plasma. Imbasnya aktivitas perusahaan sempat berhenti, tetapi hal itu tak berlangsung lama karena pada bulan Nopember 2011, perusahaan melakukan panen perdana dan hingga kini atas sawit yang telah berbuah.
Sejak itu, masyarakat Desa Kinande kembali bersepakat untuk mengambil langkah-langkah yang bisa membuat pihak perusahaan memperhatikan tuntutan mereka. Maka ditentukanlah hari Sabtu tanggal 25 Februari 2012 kemarin masyarakat kembali menggelar ritual adat guna membuka ritual penghentian aktivitas pada 5 Agustus 2011 yang lalu. Namun, bukan berarti dengan digelarnya ritual tersebut pihak perusahaan dapat dengan leluasa menjalankan aktivitas mereka. Bahkan melalui ritual itu, masyarakat kembali memberikan tekanan kepada perusahaan karena sebelum dimulai, masyarakat meminta agar pihak perusahaan yang diwakili Manejer dan Humas agar bersedia menandatangani pembukaan adat. Dengan ditandatangani pembukaan adat, maka perusahaan mesti memenuhi permintaan yang diajukan masyarakat karena sejatinya pihak perusahaan telah banyak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah dibuat termasuk pada ritual 5 Agustus 2011 lalu.

Setidaknya ada 3 poin penting yang disepakati pada ritual adat tersebut, yakni : (1). Masyarakat Desa Kinande meminta pihak PT. Darmex Agro menyetujui menandatangani Berita Acara Pembukaan Adat. (2). Bahwa sebelum ditandatangani pihak perusahaan bersedia untuk tidak melakukan aktivitas kebun. (3). Apabila dalam jangka waktu 1 minggu tidak ada keputusan dari Direktur PT. Darmex Agro mengenai lahan plasma kepada masyarakat, maka masyarakat akan mengambil alih kebun yang ada. Dalam Berita Acara tersebut, pihak perusahaan diwakilkan oleh Manejer, D.R Tarigan dan Humas, Angga. Sementara dari pihak Desa ditandatangani langsung oleh Kepala Desa. Penandatanganan kesepakatan itu disaksikan oleh 3 orang Anggota Komisi B DPRD Bengkayang (Herman, Siman Siahaan, Linkun), Staf Bappeda Bengkayang, Kapolsek Samalantan, Ketua DAD Lembah Bawang Ketua Adat Desa Kinande.

Ditemui secara terpisah, salah seorang anggota Komisi B DPRD Bengkayang, Herman, mendukung aksi yang telah dilakukan masyarakat Desa Kinande yang menuntut hak mereka dan hal ini dianggap telah bergerak sesuai dengan aturan yang ada. Menurutnya, saat ini adalah adanya konsistensi perusahaan agar tidak mengabaikan keinginan warga.

    “Sekarang tinggal resiko perusahaan apabila nantinya mereka tidak konsisten dan komitmen, jangan hanya menganggap hal ini sebagai tidak penting atau hanya dijadikan untuk menghindari masalah. Saya pikir permintaan masyarakat tidak berlebihan, bahkan bila dibiarkan terus-menerus ini akan menjadi bom waktu. Adanya upaya masyarakat yang hendak mengambil alih lahan kebun (melakukan pengkaplingan) sepenuhnya akan didukung oleh pihak DPRD,” tegas Herman.

Diskusi

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar